Rabu, 25 Maret 2015

Riwayat KH.Mahrus Ali,Mantan Kyai NU







K.H Mahrus Ali adalah seorang mantan kyai NU,terlahir bernasab NU,Beliau juga pernah menjadi bagian dan komunitas Jam'iyah NU.Beliau juga pernah ikut aktif mendakwakan dan menggerakkan Gerakan Diniyah Islamiyah dan Ijtima'iyah ala NU.Pernah mengajar di pompes "Langitan" Tuban Jawa Timur.Pernah mengajar dan menjadi pimpinan di Ma'had "Yapi" Bangil.Pernah mengajar di Remaja NU,Jeraganan dan Telogo Jero-Gresik,Jawa Timur.Pernah Menjadi Pengasuh di "Jama'ah Tahfidhil Qur'an", Waru Sidoarjo Jawa Timur.

Sejak lahir sampai umur 40 tahun Beliau telah menjadikan faham aswaja ala NU sebagai identitas kultural keagamaannya,basis teologi dan dakwanya.

Beliau adalah adik dari KH Mujadi,Pimpinan PP.KH. Mustawa,Sepanjang menantu Kiai Imam Hambali (Tokoh NU yang disegani di daerah waru ,Sidoarjo/jabatan terahkirnya adalah anggota Syuriah Syafi'iyah dan juga adik ipar KH.Abdullah Ubaid pengasuh PP. Mambaul Qur'an,Tambak Sumur,Waru-Sidoarjo)

Lahir di Dusun Telogojero Desa Sidomukti Kecamatan Giri Kabupaten Gresik JawaTimur,tanggal 28 Desember1957.Setelah menamatkan pedidikan di Madrasah MI-NU Sidomukti (1970/1971),Ia meneruskan ke Pondok Pesantren Langita Tuban Jatim selama 7 tahun.Saat itu diasuh oleh KH.Abdul Hadi Zahid,KH.Ahmad Marzuki (Mbah Mat),dan KH. Abdullah Faqih.

Selama belajar di pondok langitan Tuban,KH. Mahrus Ali sering menjadi bintang kelas dan juara membaca kitab kuning,pernah dipercaya mengajar di Pondok Langitan selama 2 tahun,Hingga pada tahun 1977 beliau dikirim oleh KH.Abdullah Faqih ke Bangil untuk mengajar di Pondok Yapi Bangil,yang saat itu diasuh oleh Habib Husain al-Habsyi.Selama di Yapi beliau mengajar materi Nahwu,Sorof,Faraidh,Hadist,dan Tafsir.Beliau juga dipercaya untuk memimpin pondoknya bersama Ustadz Imron.

Setelah itu beliau melanjutkan studi ke Makkah,Saudi Arabia.Tepatnya di Jama'ah Tahfizhil Qur'an,langsung di bawah bimbingan Guru Quran Syaikh Yasin al-Banjari,Syaikh Wa'il dan Syaikh Sa'ad bin Ibrahim,sambil sesekali ngaji rungon pada Saiyid Muhammad bin Alwi al-Maliki,hinggan mengkhatamkan dalam waktu 3 tahun.Selama belajar beliau mendapatkan beasiswa untuk akomodasi hidup di Makkah dari Gubernur Makkah waktu itu Amir Majid bin Abdul Aziz,saudara Abdullah bin Abdul AziZ Raja Saudi.Di Makkah beliau juga berguru pada Syaikh Yasin al-Fadani seorang ahli sanad hadist,yang sanadnya bersambung dari guru ke guru sampai Ke Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan memperoleh ijazah sanad dari Syaikh Yasin al-Fadani untuk Ribuan kitab kitab hadist dan Fiqih.


Selain itu beliau juga belajar pada Syaikh Husain Abdul Fatah dan Syaikh Abdullah bin Humaid,ketua Qodhi di kerajaan Arab Saudi.Sempat juga beliau belajar pada Syaikh Thoha dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz,saat itu menjabat ketua Dakwah dan Irsyad Wal Ifta'.Beliau Ulama Tuna Netra tetapi ahli hadist yang paling disegani di Arab Saudi.

Masih di Makkah KH Mahrus Ali  pernah membantu Ustadz DR. Hikmat Yasin Al-iraqi untuk menulis Tafsir Ibnu abi Hatim dan Muhammad bin Ishaq dalam bahasa Arab selama 2 tahun.

KH.Mahrus Ali juga dipercaya menjadi muadzin sekaligus imam masjid al-husain di aziziyah Makkah selain memberikan ceramah agama (gaji resminya 1000 real/bulan),juga menjadi rujukan pertanyaan tentang manasik haji jama'ah dari Indonesia di Maktab Syaikh Abdul Hamid Mukhta Sidayu.

Tahun 1987,Beliau kembali ke Indonesia setelah belajar di Arab Saudi 7 tahun. Dan mulai aktif terjun di dunia tulis menulis,mengarang buku dan menerjemahkan buku dari bahasa Arab ke Bahasa Indonesia.Naskah yang Beliau tulis dan terjemahkan berjumlah Ratusan.Sudah banyak yang diterbitkan,antara lain

Nama-nama indah era Millenium (Best seller,pustaka hikmah perdana),Terjemah Bulughul Maram (best seller Mahkota dan Mutiara Ilmu),Terjemah Riyadus shalihin,Terjemah shahih al-Bukhari.

Menikah dengan Hj.Faizah,seorang Hafidhah alumni Pesantren Nurul Huda Singosari,Malang Jawa Timur.Putri Kiai Imam Hambali tokoh NU yang disegani di daerah Waru Sidoarjo.Kiai Imam Hambali nyantri langsung kepada Hadratus Syaikh KH. M.Hasyim Asy'ari,Tebu Ireng-Jombang.Jabatan terakhir Kiai Imam Hambali Anggota Syuriah NU Sidoarjo,

(Eko Suparno -Suara Pembaharuan & Majalah NU "Aula" No 11 tahun XXVIII edisi Nopember 2006 halaman 10 s/d 40)

Kamis, 19 Maret 2015

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pun Menyuruh Kita Menjauhi Bid'ah






 Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani ). Lahir di Jailan atau Kailan tahun 470 H/1077 M.kota Baghdad sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani.

 Biografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali.

Syeikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali menegaskan bahwa akidah Syeikh Abdul Qadir Jailani selaras dengan akidah Ahlus Sunnah dan penentang kelompok-kelompok yang menyimpang. Ia berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136,

 “Aku telah mempelajari akidah Syeikh Abdul Qadir Al Jailani di dalam kitabnya, Al-Ghunyah. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan akidah-akidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.”

Dalam Fatawa Ibnu Taimiyah, beliau berkata, “Syeikh Abdul Qadir Jailani dan semisalnya merupakan Syeikh terbesar di masa mereka dalam hal berpegang kepada syariat, menyuruh kepada yang baik, mencegah dari yang mungkar, mendahulukannya daripada rasa dan takdir, serta termasuk Syeikh terbesar untuk meninggalkan dorongan hawa nafsu”.

Berikut Nasehat Syeikh Abdul Qadir Jailani untuk Meninggalkan bid'ah.

"Janganlah berbuat bid'ah dan sesuatu yang baru dalam agama Allah. Ikutilah para saksi yang adil berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah karena keduanya akan mengantarkanmu kepada Tuhanmu 'Azza wa Jalla. Jika kamu berbuat bid'ah, saksimu adalah akal dan hawa nafsumu sendiri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada neraka dan mempertautkanmu dengan Fir'aun, Haman, beserta bala tentaranya. Jangan engkau berhujah dengan qadr, karena itu tidak akan diterima darimu. Engkau harus masuk Darul Ilmi dan belajar, beramal, lalu ikhlas". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 47)

"Ber-ittiba'lah dan jangan berbuat bid'ah. Patuhilah dan janganlah membangkang. Bersabarlah dan jangan khawatir. Tunggulah dan jangan berputus asa". (Al Sya'rani, al Thabaqat al Kubra hal. 129)

"Hendaklah kalian ber-ittiba' dan tidak berbuat bid'ah. Hendaklah kalian bermazhab kepada Salafus Shalih. Berjalanlah pada jalan yang lurus". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 4)

"Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid'ah, patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggi tauhid dan jangan menyekutukan Dia". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 2).

Syaikh Abdul Qadir Jailani berkata; Nabi bersabda : "Barangsiapa berbuat sesuatu yang tidak kami perintahkan, maka perbuatnnya tertolak. Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita ikuti, dan hanya berdasarkan al Qur'anlah kita berbuat. Maka jangan menyimpang dari keduanya ini, agar engkau tidak binasa, dan agar hawa nafsu serta setan tidak menyesatkanmu". (Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam FUTUH GHAIB risalah 36).

Apa yang disampaikan beliau ini senada dengan apa yang disampaikan Sahabat Nabi dan Ulama ulama besar


Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)



Imam Syafi'i

"Aku berwasiat kepadamu dengan Takwa kepada Allah,konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya.Tinggalkan bid'ah (dalam agama) dan hawa nafsu . Bertaqwalah kepada Allah sejauh yang engkau mampu. Al-Amru bil Ittiba’, As-Suyuthi, hal. 152-154)."


Imam Ahmad rahimahullah berkata dalam kitab beliau Ushulus Sunnah:

“Pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang para shahabat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka serta meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan”.


Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab.

Rabu, 18 Maret 2015

ROMO PINANDHITA SULINGGIH WINARNO :"Tahlilan,Selametan adalah Ajaran Hindu"





Lebih 200 DALIL DARI KITAB WEDHA (KITAB SUCI UMAT HINDU) TENTANG SELAMATAN 1,7,10,100 hari,nyewu, dll.

0leh : ROMO PINANDHITA SULINGGIH WINARNO, (sarjana agama hindu(s1)& pendeta berkasta brahmana, kasta brahmana adalah kasta/tingkatan tertinggi pada umat hindu).

Alhamdulillah yang sekarang beliau Romo Pinandhita Sulinggih Winarno menjadi Mualaf/masuk Islam lalu beliau mengubah namanya menjadi Abdul Aziz, sekarang beliau tinggal di Blitar-Jawa Timur. Dulu beliau tinggal di Bali bersama keluarganya yang hindu, Beliau hampir dibunuh karena ingin masuk islam, beliau sering di ludahi mukanya karena ingin beragama islam & alhamdulillah ayahnya sebelum meninggal beliau juga memeluk agama islam. Abdul aziz berharap seluruh kaum muslimin membantu mempublikasikan,menyebarkan materi dibawah ini. Jazakumullahu khoiran katsira.

Kesaksian mantan pendeta hindu: abdul aziz bersumpah atas asma Allah bahwa selamatan, ketupat, tingkepan, & sebahagian budaya jawa lainnya adalah keyakinan umat hindu dan beliau menyatakan tidak kurang dari 200 dalil dari kitab wedha (kitab suci umat hindu) yang menjelaskan tentang keharusan selamatan bagi pemeluk umat hindu, demikian akan saya uraikan fakta dengan jelas dan ilmiyah dibawah ini :

1. Di dalam prosesi menuju alam nirwana menghadap ida sang hyang widhi wasa mencapai alam moksa, diperintahkan untuk selamatan/kirim do’a pada 1 harinya, 2 harinya, 7 harinya, 40 harinya, 100 harinya, mendak pisan, mendak pindho, nyewu (1000 harinya).
Pertanyaan ????? apakah anda orang islam juga melakukan itu ?????

ketahuilah bahwa TIDAK AKAN PERNAH ANDA TEMUKAN DALIL DARI AL-QUR’AN & AS-SUNNAH/hadits shahih TENTANG PERINTAH MELAKUKAN SELAMATAN, bahkan hadits yang dhoif(lemah)pun tidak akan anda temukan ,akan tetapi kenyataan dan fakta membuktikan bahwa anda akan menemukan dalil/dasar selamatan,dkk,justru ada dalam kitab suci umat hindu,

COBA ANDA BACA SENDIRI DALIL DARI KITAB WEDHA (kitab suci umat hindu) DIBAWAH INI:

a. Anda buka kitab SAMAWEDHA halaman 373 ayat pertama, kurang lebih bunyinya dalam bahasa SANSEKERTA sebagai berikut: PRATYASMAHI BIBISATHE KUWI KWIWEWIBISHIBAHRA ARAM GAYAMAYA JENGI PETRISADA DWENENARA.
ANDA BELUM PUAS, BELUM YAKIN, ???

b. Anda buka lagi KITAB SAMAWEDHA SAMHITA BUKU SATU,BAGIAN SATU,HALAMAN 20. Bunyinya : PURWACIKA PRATAKA PRATAKA PRAMOREDYA RSI BARAWAJAH MEDANTITISUDI PURMURTI TAYURWANTARA MAWAEDA DEWATA AGNI CANDRA GAYATRI AYATNYA AGNA AYAHI WITHAIGRANO HAMYADITAHI LILTASTASI BARNESI AGNE.

Di paparkan dengan jelas pada ayat wedha diatas bahwa lakukanlah pengorbanan pada orang tuamu dan lakukanlah kirim do’a pada orang tuamu dihari pertama, ke tiga, ke tujuh, empat puluh, seratus, mendak pisan, mendhak pindho, nyewu(1000 harinya).

Dan dalil-dalil dari wedha selengkapnya silahkan anda bisa baca di dalam buku karya Abdul aziz (mantan pendeta hindu) berjudul “mualaf menggugat selamatan”, di paparkan TIDAK KURANG DARI 200 DALIL DARI “WEDHA” kitab suci umat hindu semua.
JIKA ANDA BELUM YAKIN, MASIH NGEYEL,,, ?

c. Silahkan anda Buka dan baca kitab MAHANARAYANA UPANISAD.

d. Baca juga buku dengan judul ,“NILAI-NILAI HINDU DALAM BUDAYA JAWA”, karya Prof.Dr. Ida Bedande Adi Suripto (BELIAU ADALAH DUTA DARI AGAMA HINDU UNTUK NEGARA NEPAL, INDIA, VATIKAN, ROMA, & BELIAU MENJABAT SEBAGAI SEKRETARIS PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA).

Beliau menyatakan SELAMATAN SURTANAH, GEBLAK, HARI PERTAMA, KE TIGA, KE TUJUH, KE SERATUS, MENDHAK PISAN, MENDHAK PINDHO, NYEWU (1000 harinya) ADALAH IBADAH UMAT HINDU dan beliau menyatakan pula NILAI-NILAI HINDU SANGAT KUAT MEMPENGARUHI BUDAYA JAWA,

ADI SURIPTO DENGAN BANGGA MENYATAKAN UMAT HINDU JUMLAH PENGANUTNYA MINORITAS AKAN TETAPI AJARANNYA BANYAK DI AMALKAN MASYARAKAT , yang maksudnya sejak masih dalam kandungan ibu-pun sebagian masyarakat melakukan ritual TELONAN (selamatan bayi pada hari ke 105 (tiap telon 35 hari x 3 =105 hari sejak hari kelahiran )), TINGKEPAN (selamatan untuk janin berusia 7 bulan).

e. Baca majalah “media hindu” tentang filosofis upacara NYEWU (ritual selamatan pada 1000 harinya sejak meninggal). Dan budaya jawa hanya tinggal sejarah bila orang jawa keluar dari agama hindu.

f. Jika anda kurang yakin, Masih ngeyel dan ingin membuktikan sendiri anda bisa meneliti kitab wedha datang saja ke DINAS KEBUDAYAAN BALI, mereka siap membantu anda. atau Telephon Nyi Ketut Suratni : o857 3880 7015 (dia beragama Hindu tinggal di Bali, wawasanya tentang hindu cukup luas dia bekerja sebagai pemandu wisata ).

g. APA DASAR YANG LAIN DIDALAM HINDU ??? :

# RUKUN IMAN HINDU (PANCA SRADA) yang harus diyakini umat hindu

1. Percaya adanya sang hyang widhi.
2. Percaya adanya roh leluhur.
3. Percaya adanya karmapala.
4. Percaya adanya smskra manitis.
5. Percaya adanya moksa.

# PANCA SRADA punya rukun, yaitu:

• PANCA YAJNA (artinya 5 macam selamatan).

1. Selamatan DEWA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau biasa dikenal orang dalam istilah dengan,” memetri bapa kuasa ibu pertiwi “).
2. Selamatan PRITRA YAJNA (selamatan yang DI TUJUKAN PADA LELUHUR).
3. Selamatan RSI YAJNA (selamatan yang ditujukan pada guru atau kirim do’a yang ditujukan pada Guru, biasanya di punden/ndanyangan ). Kalau di kota di namakan dengan nama lain yaitu “SELAMATAN KHAUL” memperingati kiyainya/gurunya &semisalnya , yang meninggal dunia.
4. Selamatan MANUSIA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kelahiran atau dikota disebut “ULANG TAHUN” ).
5. Selamatan BUTA YAJNA (selamatan yang ditujukan pada hari kebaikan ), misalnya kita ambil contoh biasanya pada beberapa masyarakat islam (jawa) melakukan selamatan hari kebaikan pada awal bulan ramadhan yang disebut “selamatan MEGENGAN”.

Fenomena diatas tidak diragukan lagi karena pengaruh agama hindu/budaya jawa/nenekmoyang .

Allah berfirman: “ dan apabila dikatakan kepada mereka ,”ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab ,”(tidak) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami(melakukan-nya).”padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah,170).

“mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka”(QS.An-Najm,23).

Dan Allah juga berfirman: dan apabila dikatakan pada mereka,”mari lah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.”mereka menjawab,”cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya) .”apakah (mereka akan mengikuti)juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ? (QS.Al-Maidah,104)

# AKIBAT YANG TIDAK DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU,

Pertanyaan
orang tua kalau tidak diselamati apa rohnya gentayangan?

Buka dalilnya DIKITAB SUCI UMAT HINDU dikitab SIWASASANA HALAMAN 46-47 CETAKAN TAHUN 1979. Bagi yang tidak mau selamatan mereka di peralina hidup kembali dalam dunia bisa berwujud menjadi hewan atau bersemayam di dalam pohon, makanya kalau anda ke Bali banyak pohon yang dikasih kain-kain dan sajen-sajen itu, karena mereka meyakini roh nya ada dalam pohon itu, dan bersemayam dalam benda-benda bertuah misal keris dan jimat, di hari sukra umanis (jum’at legi) keris atau jimat di beri bunga&sajen-sajen.

DEWA ASURA akan marah besar jika orang tidak mau melakukan selamatan maka dewa asura akan mendatangkan bala/bencana & membunuh manusia yang ada di dunia.

DEWA ASURA atau dikenal dalam masyarakat dengan nama BETHARAKALA , anak ontang anting harus diruwat(ritual dengan selamatan&sajen) karena takut betharakala , sendhang kapit pancuran(anak wanita diantara kedua saudara kandung anak laki-laki) diruwat karena takut betharakala, rabi ngalor ngulon merga rawani karo betharakala (nikah tidak boleh karena rumahnya menghadap utara&barat, karena takut celaka ).

# AKIBAT YANG DI SELAMATI DALAM KEYAKINAN HINDU, yaitu:

Dalam keyakinan hindu bagi yang mau selamatan maka mereka langsung punya tiket ke surga.

2. NASI TUMPENG

Konsep dalam agama hindu : dalam kitab MANAWA DHARMA SASTRA WEDHA  SMRTI ,BAGI ORANG YANG BERKASTA SUDRA(KASTA YANG RENDAH) YANG TIDAK BISA MEMBACA KALIMAT PERSAKSIAN :

HOM SUWASTIASU HOM AWI KNAMASTU EKAM EVA ADITYAM BRAHMAN ,BAGI YANG TIDAK BISA MENGUCAPKAN KALIMAT DALAM BAHASA SANSEKERTA DIATAS SEBAGAI PENGGANTINYA MAKA MEREKA CUKUP MEMBIKIN TUMPENG, BENTUKNYA ADALAH SEGITIGA, SEGITIGA YANG DIMAKSUT ADALAH TRIMURTI (SHIVA, VISHNU, BRAHMA=>BRAHMAN) ARTINYA TIGA MANIFESTASI IDA SANG HYANG WIDHI WASA , UMAT HINDU MENGATAKAN BARANGSIAPA YANG MEMBIKIN TUMPENG MAKA DIA SUDAH BERAGAMA HINDU.

Dikitab BAGHAWAGHITA di jelaskan TUHAN nya orang hindu lagi minum dan ditengahnya ada tumpeng, dan di depan dewa brahma ada sajen-sajen

3. Pemberangkatan mayat diwajibkan dipamitkan di depan rumah lalu beberapa sanak keluarga akan lewat di bawah tandu mayat (tradisi brobosan), karena umat hindu meyakini brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada dewa, dalam hindu mayat di tandu lalu diatasnya diberi payung, pemberangkatan mayat menggunakan sebar/sawur bunga, uanglogam, beraskuning,dll, lalu bunga di ronce(dirangkai dengan benang )lalu di taruh/dikalungkan di atas beranda mayat. Hindu meyakini :

a. Bunga warna putih mempunyai kekuatan dewa brahma.
b. Bunga warna merah mempunyai kekuatan dewa wisnu.
c. Bunga warna kuning mempunyai kekuatan dewa siwa.

Umat hindu berkeyakinan bunga itu berfungsi sebagai pendorong do’a (muspha/trisandya)&pewangi.

4. KETUPAT
Didalam hindu roh anak menjelang hari raya pulang kerumah, sebagai penghormatan orang tua kepada anak, maka biasanya hindu setelah hari raya di pasang kupat diatas pintu dan di bagi-bagikan tetangga.

Pertanyaan ? apakah anda tahu dasarnya setelah hariraya idulfitri ada hari raya kupatan/ketupat ? apa dasarnya? DEMI ALLAH tidak ada satu dalilpun perintah Allah dari Al-Qur’an dan As-sunnah tentang perbuatan tersebut diatas, sungguh Allah berfirman: “mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka”(QS.An-NAJM:23).

“ dan apabila dikatakan kepada mereka ,”ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab ,”(tidak) kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami(melakukan-nya).”padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk.(QS.Al-Baqarah:170)

# KESIMPULAN

TRADISI-TRADISI SALAH YANG MEMBUDAYA : tradisi keliru dan telah membudaya pada masyarakat kita yang kita sebutkan diatas, bukan untuk diikuti akan tetapi untuk dijauhi. Bahwa setidaknya ada dua alasan mereka melakukan tradisi-tradisi tersebut :

1. Mereka berpedoman dengan hadits palsu;
2. Sebagian dari mereka hanya sekedar ikut-ikutan (mengekor) terhadap tradisi yang berjalan disuatu tempat.

Mereka akan mengatakan bahwa ini adalah keyakinan para pendahulu dan nenek moyang mereka !

Saudaraku sekalian, argumentasi”apa kata orang tua”, bukan lah jawaban ilmiyah dari seorang muslim yang mencari kebenaran. Apalagi masalah ini menyangkut baik buruknya aqidah seseorang. Maka, permasalahan ini harus didudukkan dengan timbangan AL-QUR’AN AS-SUNNAH AS SHAHIHAH.

Sikap mengekor kepada pendahulu dan nenek moyang dengan tanpa memperdulikan dalil-dalil syar’i merupakan perbuatan yang keliru, karena sikap tersebut menyerupai orang-orang quraysy, ketika diseru oleh Rasulullah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Apa jawab mereka ? silahkan anda baca al-qur’an surat az-zuhruf ayat 22 & asy-syu’ara ayat 74.

“bahkan mereka berkata,’sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama (bukan agama yang engkau bawa)dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka”(Qs.az Zuhruf,22).

Jawaban seperti ini serupa dengan apa yang dikatakan kaum Nabi Ibrahim, ketika mereka diajak meninggalkan peribadatan kepada selain Allah. Mereka mengatakan,” kami dapati bapak-bapak kami berbuat demikian(yakni beribadah kepada berhala).”(QS.Asy Syu’ara,74).

Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab

Diposkan oleh:
www. SHAFWAHMEDIA.wordpres

Jumat, 06 Maret 2015

Dalil Bid'ah Hasanah :Surat Al-Hadid 27 "...Dan mereka mengada-ngadakan Rabbaniyah.."













وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ (الحديد: 27)

“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)

Menurut Ahlul-Bid'ah :

Ayat ini adalah dalil tentang adanya bid’ah hasanah. Dalam ayat ini Allah memuji ummat Nabi Isa terdahulu, mereka adalah orang-orang muslim dan orang-orang mukmin berkeyakinan akan kerasulan Nabi Isa dan bahwa berkeyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Allah memuji mereka karena mereka kaum yang santun dan penuh kasih sayang, juga karena mereka merintis rahbaniyyah. Praktek Rahbaniyyah adalah perbuatan menjauhi syahwat duniawi, hingga mereka meninggalkan nikah, karena ingin berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah.

Dalam ayat di atas Allah mengatakan “Ma Katabnaha ‘Alaihim”, artinya: “Kami (Allah) tidak mewajibkan Rahbaniyyah tersebut atas mereka, melainkan mereka sendiri yang membuat dan merintis Rahbaniyyah itu untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah”.

Dalam ayat itu Allah memuji mereka, karena mereka merintis perkara baru yang tidak ada nash-nya dalam Injil, juga tidak diwajibkan bahkan tidak sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Nabi ‘Isa al-Masih kepada mereka. Melainkan mereka yang ingin berupaya semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah, dan berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada-Nya dengan tidak menyibukkan diri dengan menikah, menafkahi isteri dan keluarga. Mereka membangun rumah-rumah kecil dan sederhana dari tanah atau semacamnya di tempat-tempat sepi dan jauh dari orang untuk beribadah sepenuhnya kepada Allah.

BANTAHAN

Ayat tersebut hanya potongan saja,lengkapnya seperti ini,

"Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan Rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.” (al-Hadiid: 27)

Ibnu Katsir menjelaskan firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 27 sebagai berikut :

Nabi terakhir dari kalangan Bani Israil, ‘Isa bin Maryam as., yang telah diberi kabar gembira atas kehadiran Rasul sesudahnya, Muhammad saw. oleh karena itu Allah berfirman: tsumma qaffainaa ‘alaa aatsaariHim birusulinaa wa qaffainaa bi-‘Iisabni maryama wa aatainaaHul injiila (“Kemudian Kami iringkan di belakang mereka Rasul-Rasul Kami dan Kami iringkan pula ‘Isa putera Maryam, dan Kami berikan kepadanya Injil.”) yaitu al-Kitab yang diturunkan Allah kepadanya. Wa ja’alnaa fii quluubil ladziinat taba’uuHu (“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya”) yakni para Hawariyyun [para pengikut setia], ra’fataw wa rahmatan (“Rasa santun dan kasih sayang.”) terhadap sesama makhluk.

Dan firman Allah: wa raHbaaniyyatanib tadaa’uuHaa (“Dan mereka mengada-adakan rabbyaniyah”) yakni yang dibuat-buat oleh kaum Nasrani (rahbaniyyah ialah tidak beristri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara). Maa katabnaaHaa ‘alaihim (“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka.”) maksudnya sedang Kami sama sekali tidak pernah mensyariatkan hal itu bagi mereka, tetapi mereka mengadakan hal seperti itu karena terdorong oleh diri mereka sendiri.

Sedangkan firman-Nya: illabtighaa-a ridlwaanillaaHi (“Tetapi [mereka] sendirilah yang mengada-adakannya] untuk mencari keridlaan Allah.”) mengenai hal ini terdapat dua pendapat: pertama, dengan melakukan itu mereka bertujuan mencari keridlaan Allah. Demikian yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair dan Qatadah. Kedua, menyatakan bahwa artinya: Kami tidak menetapkan hal tersebut bagi mereka, tetapi kami tetapkan hal tersebut bagi mereka dalam rangka mencari keridlaan Allah.

Fa maa ra’auHaa haqqa ri’aayatiHaa (“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.”) maksudnya mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ALLAH HINAKAN MEREKA DARI 2 SISI. Pertama, karena mereka telah BERBUAT BID'AH dalam menjalankan agama Allah, yaitu menjalankan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan Allah. Kedua, karena mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dan yang mereka akui sebagai sesuatu yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah." (Tafsir Ibnu Katsir jilid 8,oleh Dr Abdullah,pustaka Imam Syafi'i)

Merupakan suatu kesalahan yang fatal dengan menjadikan menjadikan firman Allah dalam surat Al-Hadid 27 tersebut sebagai dalil Bid'ah Hasanah.Sebagian orang keliru dalam menafsirkan surat tersebut yaitu dengan mengatakan bahwa bid'ah dalam syariat itu dibagi menjadi 2,bid'ah yang baik dan bid'ah yang buruk.Apabila bid'ah tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka itu adalah bid'ah hasanah,tetapi apabila bertentangan dengan syariat maka itu adalah bid'ah yang Dhalalah.Padahal semua bid'ah dalam urusan syariat itu jelek walau manusia menganggap ada kebaikan di dalamnya.

Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkata


,كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)

Dan inilah yang ditegaskan ibnu katsir dalam tafsirnya bahwa pelaku bid'ah dihinakan Allah dari 2 sisi,pertama Atas amaliyah yang mereka ada-adakan dan kedua mereka tidak menjaga apa yang sudah mereka ada-adakan.

Bagaimana jika amaliyah yang di ada-adakan dijaga dengan baik?Maka sama saja,mereka ahli-bid'ah akan dihinakan oleh Allah dari sisi yang satunya yaitu atas amaliyah yang mereka ada-adakan itu sendiri.

Berdasarkan tafsir ibnu Katsir,firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat 27 bukanlah berisi pujian kepada para pembuat bid'ah".Merupakan sebuah kedustaan yang mengatasnamakan Allah apabila mengatakan bahwa Allah azza wa jalla memberi pujian kepada pembuat bid'ah.Justru sebaliknya seperti yang dikatakan Ibnu katsir bahwa ahli-bid'ah itu dihinakan oleh Allah Azza Wa Jalla.

Segala bentuk amaliyah,syariat,dan urusan peribadatan haruslah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.Karena yang berhak mengatur urusan syariat dalam agama islam hanyalah Allah.

Imam Malik (Grunya Imam Syafi’i) rahimahullah berkata :

"Barangsiapa yang mengada-ngadakan  dalam islam suatu ke bid'ah an dan menganggapnya baik,berarti dia telah menuduh Rasulullah berkhianat dalam menyampaikan risalah (dari Allah -penj). Karena Allah telah berfirman : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian.”Maka apa yang waktu itu  (Pada masa Rasulullah dan Sahabat) bukan bagian dari agama,maka pada hari ini pun bukan bagian dari agama.” (Lihat Al I’tisham oleh Imam Syathibi halaman 37)"

Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab.


Senin, 23 Februari 2015

Bid'ah dari Sisi Syariat dan Bahasa









Definisi bid'ah menurut para ulama

 Imam Al-'Iz bin 'Abdissalam berkata :

هِيَ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِي عَهْدِ الرَّسُوْلِ

((Bid'ah adalah mengerjakan perkara yang tidak ada di masa Rasulullah)) (Qowa'idul Ahkam 2/172)

Imam An-Nawawi berkata :

هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ

((Bid'ah adalah mengada-ngadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah)) (Tahdzibul Asma' wal lugoot 3/22)

Imam Al-'Aini berkata :

هِيَ مَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَصْلٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَقِيْلَ: إِظْهَارُ شَيْءٍ لَمْ يَكُنْ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ وَلاَ فِي زَمَنِ الصَّحَابَةِ

((Bid'ah adalah perkara yang tidak ada asalnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan dikatakan juga (bid'ah adalah) menampakkan sesuatu yang tidak ada pada masa Rasulullah dan tidak ada juga di masa para sahabat)) (Umdatul Qori' 25/37)

Ibnu 'Asaakir berkata :

مَا ابْتُدِعَ وَأُحْدِثَ مِنَ الأُمُوْرِ حَسَناً كَانَ أَوْ قَبِيْحًا

((Bid'ah adalah perkara-perkara yang baru dan diada-adakan baik yang baik maupun yang tercela)) (Tabyiinu kadzibil muftari hal 97)

Al-Fairuz Abadi berkata :

الحَدَثُ فِي الدَّيْنِ بَعْدَ الإِكْمَالِ، وَقِيْلَ : مَا استَحْدَثَ بَعْدَهُ مِنَ الأَهْوَاءِ وَالأَعْمَالِ

((Bid'ah adalah perkara yang baru dalam agama setelah sempurnanya, dan dikatakan juga : apa yang diada-adakan sepeninggal Nabi berupa hawa nafsu dan amalan)) (Basoir dzawi At-Tamyiiz 2/231)

Dari defenisi-defenisi di atas maka secara umum dapat kita simpulkan bahwa bid'ah adalah segala perkara yang terjadi setelah Nabi, sama saja apakah perkara tersebut terpuji ataupun tercela dan sama saja apakah perkara tersebut suatu ibadah maupun perkara adat.

√Bid'ah Secara Syariat

Bid'ah secara syariat semuanya adalah haram tanpa pengecualian,sebagaimana hadist Rasulullah

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian adalah budak Habsyi. Karena barangsiapa yang hidup di antara kalian setelahku, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, kalian wajib berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah dengan perkara yang diada-adakan karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676.)

Rasulullah tidak memberi pengecualian terkait bid'ah dalam syariat yaitu "kullu bid'ahtin dhalalah" setiap bid 'ah sesat,lafadZ "kullu" dalam ushul fiqih adalah lafadz umum.

*Lebih jelasnya silahkan anda baca artikel berjudul "Kullu itu semua atau sebagian"

Hal ini juga yang dipahami oleh para sahabat para Imam Madzab dan para ulama bahwa setiap bid'ah dalam urusan syariat adalah tercela.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)



Imam Malik (Grunya Imam Syafi’i) rahimahullah berkata :

"Barangsiapa yang mengada-ngadakan  dalam islam suatu ke bid'ah an dan menganggapnya baik,berarti dia telah menuduh Rasulullah berkhianat dalam menyampaikan risalah. Karena Allah telah berfirman : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian.”Maka apa yang waktu itu  (Pada masa Rasulullah dan Sahabat) bukan bagian dari agama,maka pada hari ini pun bukan bagian dari agama.” (Lihat Al I’tisham oleh Imam Syathibi halaman 37)"

Imam Syafi'i berkata,

"Aku berwasiat kepadamu dengan Takwa kepada Allah,konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya.Tinggalkan bid'ah (dalam agama) dan hawa nafsu . Bertaqwalah kepada Allah sejauh yang engkau mampu. Al-Amru bil Ittiba’, As-Suyuthi, hal. 152-154)."



KesimPulannya semua bid'ah dalam syariat adalah sesat,tercela,dan haram.Inilah pendapat yang paling kuat berdasarkan Al-Qur'an,Hadist,dan Ketetapan ulama.


√√Bid ah secara bahasa.


Ibnu Katsir Rahimahullah, seorang ulama ahlu sunnah dan juga seorang ahli tafsir paling terkemuka di dunia, mengatakan : Bahwa bid’ah, ada dua macam. Bid’ah secara syari’at dan bid’ah secara lughowiyah (bahasa).

Beliau berkata : ”Bid’ah ada dua macam, bid’ah syari’at seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguh-nya setiap yang ada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” Dan bid’ah lughowiyah (bahasa) seperti perkata’an umar bin Khatab ketika mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih : ”Inilah sebaik-baiknya bid’ah.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adziem 1/223. Cet. Maktabah taufiqiyah, Tahqiq Hani Al Haaj].


Ibnu Hajar Al Asqolani, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’iy, Beliau rahimahullah juga menjelaskan : “Maka bid’ah menurut istilah syari’at adalah tercela, berbeda dengan pengertian bahasa karena bid’ah secara bahasa adalah segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya baik terpuji maupun tercela.” [Lihat Fathul Bari,13:253].


Berbeda dengan bid'ah dari sisi syariat,bid ah dari sisi bahasa ada yang baik.Karena bid'ah secara bahasa mempunyai asal hukum dalam syariat.

Contoh,terkait masalah shalat tarawih yang dikatakan Umar "inilah sebaik baiknya bid'ah"..maksudnya adalah bid'ah secara bahasa karena shalat tarawih ada asal hukumnya dalam hadist,jika dikatakan bid'ah dalam syariat itu salah,karena bid'ah dalam syariat tidak mempunyai asal hukum baik perintah ataupun ketetapannya ,sedang shalat tarawih ada ketetapannya.

Contoh lainnya bid'ah secara bahasa adalah seperti mobil,pesawat,motor,dan teknologi informasi lainnya yang fungsinya sebagai alat untuk menfasilitasi kehidupan manusia.Secara bahasa ini bid'ah yang baik. dan sama sekali bukan termasuk bid''ah dalam syariat.Karena sifatnya adalah untuk menfasilitasi dan sudah ada dalil yang memperbolehkan.

Dalilnya,Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا كَانَ شَىْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْر دِينِكُمْ فَإِلَىَّ

“Apabila itu adalah perkara dunia kalian, kalian tentu lebih mengetahuinya. Namun, apabila itu adalah perkara agama kalian, kembalikanlah padaku.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengomentari bahwa sanad hadits ini hasan)

Contoh lain bid'ah secara lughawi yang baik

1)Penulisan kitab hadist

 hadist riwayat Abu Hurairah yang menerangkan bahwa ketika kota Mekah telah dikuasai oleh Rasulullah Saw., Beliau berpidato di hadapan para sahabat. Ketika berpidato, tiba-tiba berdiri seseorang yang berasal dari Yaman bernama Abu Syah. Kemudian dia bertanya kepada Rasulullah Saw. ujarnya Ya Rasulullah! Tulislah untukku! Rasulullah menjawab, “ Tulislah oleh kalian untuknya! (Lihat Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi oleh Ibnu Abdil Barr jilid 1 halaman 84)

2)Membangun Masdrasah/sekolah Khusus Untuk Belajar Mengajar

 tempat pendidikan pertama kali dalam sejarah Islam merupakan rumah Darul Arqam bin abi al-Arqam. Karena rumah itulah yang menjadi tempat pertama berkumpulnya Nabi dan para sahabat guna mendiskusikan asas-asas dan dasar agama Islam ketika masih sembunyi-sembunyi. Kemudian setelah itu masjid menjadi lembaga Islam kedua setelah Darul arqam. Masjid dapat dikatakan sebagai madrasah yang berukuran besar yang pada masa permulaan sejarah Islam dan masa-masa selanjutnya adalah merupakan tempat menghimpun kekuatan umat Islam, baik dari segi fisik maupun mentalnya.

Rasulullah membangun ruangan disebelah utara masjid Madinah dan masjid al-Haram yang disebut “ash-Shuffah” untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun mempelajari ilmu. Mereka dikenal sebagai “ahlus-suffah”

Fungsi masjid pada waktu itu, diantarannya:

1.    Tempat beribadah atau sembahyang.
2.    Tempat berdiskusi dan melakukan kajian-kajian ke-Islaman
3.    Tempat mengkaji permasalahan da’wah Islamiyah (menegenai siasat dalam menghadapi musuh)

Lembaga pendidikan terus berkembang hingga seperti sekarang ini.

Inilah sebagian contoh bid'ah secara Lughawi yang baik.Apabila ada yang mengatakan ini bid'ah dalam syariat,maka itu keliru,karena kedua hal ini memiliki sumber dalam syariat,dan sekali lagi saya tegaskan berbeda dengan makna Bid'ah dalam syariat yang tidak memiliki sumber hukum yang menjelaskan dan menetapkan.

Adapun bid'ah secara Lughawi yang jelek yaitu seperti faham demokrasi,sekuler,liberal,kapitalisme dan sejenisnya.Hal yang semacam ini memang tidak ada dalam syariat dan syariat pun tidak ada dalam faham faham tersebut.Tetapi secara bahasa ini adalah bid'ah yang jelek.

Jadi kesimpulannya,

Bid'ah dalam syariat adalah semua hal baru yang dimasukan dalam lingkup peribadatan,yang  tidak pernah dijalankan,ditetepkan,dan diperintahkan oleh Rasulullah dan sahabat.Sehingga sama sekali tidak memiliki asal hukum dalam syariat.Contoh tahlilan yasinan,Rebo Wekasan,Maulid dan yang sejenisnya,amaliyah semacam ini tidak ada dalil yang memerintahkan.

Bid'ah secara bahasa adalah segala sesuatu yang dibuat tanpa contoh sebelumnya,Bid'ah dalam pengertian ini dianggap baik jika ada asal hukum dalam syariat.



Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab


Perkataan Umar Bin Khathab "Inilah sebaik-baiknya bid'ah"







Shalat tarawih dengan satu imam,ini memiliki hukum asal dalam syariat,bahwasanya Rasulullah pernah mengerjakan shalat tarawih baik sendirian maupun berjama'ah.

Lalu oleh Umar Bin Khathab sunnah ini di hidupkan kembali,orang-orang yang shalat tarawih di masjid dikumpulkan dalam 1 Imam.Riwayat lengkapnya adalah sebagai berikut :

Dari Abdurrahman bin Abdul Qori yang menjelaskan: “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!”
(Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73).

Para Ahlul-bid'ah menyatakan bahwa perkataan Umar dan apa yang beliau lakukan tersebut adalah sebagai dalil bolehnyan membuat bid'ah hasanah (Yang Baik).Padahal ada hadist lain yang menjelaskan hal yang serupa dengan itu.

Dari 'Aisyah Radhiallahu 'anha bahwa ia menuturkan :

"Dahulu manusia shalat di masjid Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam di malam bulan Ramadhan dengan berpencar-pencar (yakni dengan berimam sendiri-sendiri). Seorang yang banyak hapal Al-Qur'an, mengimami lima sampai enam orang, atau bisa jadi lebih atau kurang. Masing-masing kelompok shalat bersama imamnya. lalu Rasulullah menyuruhku untuk memasang tikar di depan pintu kamarku.

Akupun melakukan perintahnya. Sesuai melakukan shalat 'Isya di akhir waktu, beliau keluar kemuka kamar itu. 'Aisyah melanjutkan ceritanya : Manusia yang kala itu ada di masjidpun lantas berkumpul ke arah beliau. Lalu beliau sholat bersama mereka shalat sepanjang malam. Kemudian orang-orang bubar, dan beliaupun masuk rumah. Beliau membiarkan tikar tersebut dalam keadaan terbentang. Tatkala datang waktu pagi, mereka memperbincangkan shalat yang dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama orang-orang yang ada pada malam itu (maka berkumpullah manusia lebih banyak lagi) dari sebelumnya. Sehingga akhirnya masjid menjadi bising Pada malam ke dua itu, Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam kembali shalat bersama mereka. Maka di pagi harinya, orang kembali memperbincangkan hal itu, sehingga orang yang berkumpulpun bertambah banyak lagi (pada malam ketiga) sampai masjid menjadi penuh sesak. Rasul-pun keluar dan shalat mengimami mereka. Di malam yang keempat, disaat masjid tak dapat lagi menampung penghuninya ; Rasulullah-pun keluar untuk mengimami mereka shalat 'Isya dipenghujung waktu. Lantas (pada malam itu juga) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumahnya, sedangkan manusia tetap menunggunya di masjid". 'Aisyah lalu menuturkan : "Rasulullah bertanya kepadaku :"Orang-orang itu sedang apa ya 'Aisyah ?" Saya pun menjawab : "Wahai Rasulullah, orang-orang itu sudah mendengar tentang shalatmu tadi malam bersama orang-orang yang ada di masjid ; maka dari itu mereka berbondong memenuhi masjid untuk ikut shalat bersamamu". Lalu 'Aisyah melanjutkan kisahnya : "Beliau lantas memerintahkan :"Tolong lipat kembali tikarmu, wahai 'Aisyah !". Akupun lantas melakukan apa yang beliau perintahkan. Malam itu, beliau berdiam di rumah tanpa tidur sekejappun. Sedangkan orang-orang itu tetap menunggu ditempat mereka. Hingga datang pagi, barulah Rasulullah keluar.

Seusai melaksanakan shalat subuh, beliau menghadap kearah para sahabatnya] dan bersabda :

"Wahai manusia, sungguh demi Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. Akupun tahu apa yang kalian lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat bersama kalian) karena aku khawatir shalat itu menjadi (dianggap) wajib atas diri kalian.
Sesungguhnya Allah tak akan bosan, meskipun kamu sendiri sudah bosan". (Shahih Bukhari jilid 1 halaman 343).

 dimana letak bid'ah yang dimaksud Umar Bin Khathab?

Tentu anda akan kebingungan,karena memang tidak ada bid'ah dalam shalat tarawih.Shalat tarawih,baik dengan Imam (berjama'ah) atau sendirian itu pernah di lakukan oleh Rasulullah.Begitu juga mengumpulkan orang-orang yang shalat di masjid yang terpencar-pencar disatukan dengan Satu Imam,berdasarkan Hadist dari Aisyah di atas juga pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.

Pada dasarnya Umar Bin Khathab bukanlah membuat bid'ah.Ucapan Amirul Mukminin Umar Bin Khathab adalah Bid'ah dalam arti secara Bahasa,bukan secara syariat.Karena pada dasarnya bid'ah dalam syariat semuanya tercela.Sedang bid'ah secara bahasa ada yang baik dan ada yang buruk dilihat apakah ada dalil yang menetapkan atau tidak.

Ucapan Umar : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. adalah bid’ah secara LUGHOWI (secara bahasa). Demikan menurut ibnu Rajab. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2:128).

Ibnu Katsir Rahimahullah, seorang ulama ahlu sunnah dan juga seorang ahli tafsir paling terkemuka di dunia, mengatakan : Bahwa bid’ah, ada dua macam. Bid’ah secara syari’at dan bid’ah secara lughowiyah (bahasa).

Beliau berkata : ”Bid’ah ada dua macam, bid’ah syari’at seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguh-nya setiap yang ada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” Dan bid’ah lughowiyah (bahasa) seperti perkata’an umar bin Khatab ketika mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih : ”Inilah sebaik-baiknya bid’ah.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adziem 1/223. Cet. Maktabah taufiqiyah, Tahqiq Hani Al Haaj].

Menurut Ibnu Rajab dan Ibnu Katsir perkata’an Umar bin Khaththab, ”Inilah sebaik-baiknya bid’ah”. Adalah bid’ah secara LUGHOWI (bahasa), bukan bid”ah secara syari’at. Karena shalat tarawih berjama’ah pernah di lakukan oleh Rosululloh.

Bid’ah (perkara baru) dan tercela, adalah bid’ah dalam urusan Ibadah, yang tidak pernah di lakukan, di perintahkan atau di setujui oleh Rasulullah. Bagaimana shalat terawih mau di katakan bid’ah (perkara baru), Sedangkan shalat tarawih pernah di lakukan oleh Rasulullah.

Bid'ah memang dibagi menjadi 2,Bid'ah secara syariat yang semuanya haram dan bid'ah  secara bahasa.Contohnya dalam urusan duniawi,pesawat,mobil,teknologi,informasi dll itu boleh menggunakan kata bid'ah karena memang tidak ada pada zaman Nabi dan bid'ah semacam itu adalah baik karena selain tidak termasuk dalam urusan syariat,juga ada dalil yang memperbolehkan.


Adapun penggunaan kata bid'ah yang baik secara bahasa dalam syariat seperti ucapan Umar itu juga boleh selama amaliyah tersebut mempunyai asal hukumnya,perintahnya,tata cara pelaksanaan,waktu dan ketetapannya.Jika tidak mempunyai asal hukum,maka tidak boleh dikatakan bid'ah yang baik,melainkan harus di katakan bid'ah yang sesat.

Sedang shalat Tarawih dengan Satu Imam yang dilakukan oleh Umar Bin Khathab baik cara,waktu,dan ketetapannya itu ada dalilnya,karenanya para ulama menafsirkan perkataan  Umar adalah bid'ah secara Bahasa,bukan secara syariat dikarenakan ada dalil yang menjelaskan.

Berbeda dengan tahlilan dan yasinan,ini merupakan bid'ah dalam syariat yang hukumnnya haram.karena tidak memiliki asal hukum,baik dari segi perintahnya,tata caranya,waktu dan pelaksanaannya tidak ada dalil yang menegaskan atau memerintahkan.

Ibnu Hajar Al Asqolani, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’iy, Beliau rahimahullah juga menjelaskan : “Maka bid’ah menurut istilah syari’at adalah tercela, berbeda dengan pengertian bahasa karena bid’ah secara bahasa adalah segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya baik terpuji maupun tercela.” [Lihat Fathul Bari,13:253].

Dan lagi ada perbedaan mencolok antara "Bid'ah" nya Umar Bin Khathab dalam shalat tarawih dengan bid'ahnya ahlul-bid'ah di Indonesia seperti Tahlilan,selametan,dan yasinannya. "Bid'ah" nya Umar sudah dijalankan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam,sedang bid'ahnya ahlul-bid'ah di Indonesia belum pernah dikerjakan oleh seorangpun baik Rasulullah shalallahu alaihi wasalam maupun sahabatnya,bahkan tabi'in pun tidak pernah melakukan hal yang semacam ini.Jadi apa masuk akal 2 hal yang berbeda,shalat tarawih yang sudah ada sejak zaman Rasulullah disamakan dengan acara semacam tahlilan,selamatan dll yang baru muncul beberapa Ratus tahun kemudian diberi hukum yang sama yaitu Bid'ah?


Abdul Wahhab As-Subki dalam “Isyraqul Mashabiih Fi Shalati At-Tarawih” yang berupa kumpulan fatwa (I : 168) menyatakan :

“Ibnu Abdil Barr berkata : “Dalam hal itu Umar tidak sedikitpun membuat-buat sesuatu melainkan sekedar menjalani apa yang disunnahkan, disukai dan diridhai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana yang menghalangi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan secara kontinyu semata-mata karena takut dianggap wajib atas umatnya. Sedangkan beliau adalah orang yang pengasih lagi pemurah terhadap umatnya. Tatkala Umar mengetahui alasan itu dari Rasulullah, sementara ia mengerti bahwa amalan-amalan yang wajib tidak akan bertambah ataupun berkurang lagi sesudah kematian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; maka beliaupun mulai menghidupkannya dan menyuruh manusia untuk melakukannya. Kejadian itu berlangsung pada tahun 14 H. Itu adalah keutamaan yang Allah simpan lalu diperuntukkan bagi beliau Radhiyallahu ‘anhu. Yang mana Abu Bakar sekalipun tidak pernah terinspirasi untuk melakukannya. Meskipun, beliau lebih utama dan lebih segera melakukan kebaikan –secara umum- daripada Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Akan tetapi masing-masing dari keduanya dianugerahi Allah keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki yang lainnya”Abdul Wahhab As-Subki dalam “Isyraqul Mashabiih Fi Shalati At-Tarawih” yang berupa kumpulan fatwa (I : 168) menyatakan :

“Ibnu Abdil Barr berkata : “Dalam hal itu Umar tidak sedikitpun membuat-buat sesuatu melainkan sekedar menjalani apa yang disunnahkan, disukai dan diridhai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana yang menghalangi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan secara kontinyu semata-mata karena takut dianggap wajib atas umatnya. Sedangkan beliau adalah orang yang pengasih lagi pemurah terhadap umatnya. Tatkala Umar mengetahui alasan itu dari Rasulullah, sementara ia mengerti bahwa amalan-amalan yang wajib tidak akan bertambah ataupun berkurang lagi sesudah kematian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; maka beliaupun mulai menghidupkannya dan menyuruh manusia untuk melakukannya. Kejadian itu berlangsung pada tahun 14 H. Itu adalah keutamaan yang Allah simpan lalu diperuntukkan bagi beliau Radhiyallahu ‘anhu. Yang mana Abu Bakar sekalipun tidak pernah terinspirasi untuk melakukannya. Meskipun, beliau lebih utama dan lebih segera melakukan kebaikan –secara umum- daripada Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Akan tetapi masing-masing dari keduanya dianugerahi Allah keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki yang lainnya”



.Para ahlul bid'ah begitu memaksakan penafsiran,seperti tentang 'lafadz "kullu",mereka penafsirkannya dengan berbagai macam gaya,agar sesuai dengan pemikiran mereka.Akan tetapi ketika datang ucapan Umar Bin Khathab "inilah sebaik-baiknya bid'ah..",mereka tidak menafsirkannya dengan gaya mereka seperti ketika menafsirkan "kullu",bahkan mereka menolak jika muncul penafsiran-penafsiran tentang perkataan Umar Bin Khathab tsb,karena sudah sesuai dengan pemikiran mereka.

Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab.

Jumat, 20 Februari 2015

Perkataan Imam Syafi'i,"Bid'ah dibagi menjadi 2..."







Mereka berdalilkan dengan perkataan Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah-:
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ : بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ, فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُوْمٌ

“Bid’ah itu ada dua: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Semua yang sesuai dengan sunnah, maka itu adalah terpuji, dan semua yang menyelisihi sunnah, maka itu adalah tercela.” (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (9/113))

Semakna dengannya, apa yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi’i (1/469) bahwa beliau berkata:
اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ : مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ, وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ

“Perkara yang baru ada dua bentuk: (Pertama) Apa yang diada-adakan dan menyelisihi kitab atau sunnah atau atsar atau ijma’, inilah bid’ah yang sesat. Dan (yang kedua) apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang tidak menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut, maka inilah perkara baru yang tidak tercela”.

BANTAHAN:

Pertama,

   Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullah- dalam ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 121 mengomentari kedua perkataan Asy-Syafi’i di atas, “Di dalam sanad-sanadnya terdapat rawi-rawi yang majhul (tidak diketahui)”.

Dalam sanad Abu Nu’aim terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Muhammad Al-Athasi. Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad dan As-Sam’ani dalam Al-Ansab menyebutkan biografi orang ini dan keduanya tidak menyebutkan adanya pujian ataupun kritikan terhadapnya sehingga dia dihukumi sebagai rawi yang majhul.

Adapun dalam sanad Al-Baihaqi, ada Muhammad bin Musa bin Al-Fadhl yang tidak didapati biografinya. Ini disebutkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali dalam Al-Bida’ wa Atsaruhas Sayyi` alal Ummah hal. 63.

Kedua,

 Andaikan ucapan di atas shahih (benar) datangnya dari Imam Asy-Syafi’i, maka maksud dari perkataan beliau -rahimahullah- [“bid’ah yang terpuji”] adalah bid’ah secara bahasa bukan menurut syar’i. Karena beliau memberikan definisi bid’ah yang terpuji dengan perkataan beliau [“semua yang sesuai dengan sunnah”] dan [“apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang tidak menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut”] sedangkan semua bid’ah dalam syari’at adalah menyelisihi sunnah. Ini disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ul Ulum wal Hikam (hal. 233).

Ketiga,

Besar kemungkinan ini kesalapahaman orang dalam menafsirkan perkataan Imam syafi'i.Imam syafi'i membagi bid'ah menjadi 2,yang baik dan yang buruk,tapi dalam riwayat lain Imam Syafi'i mencela bid'ah dalam urusan syariat

“Barangsiapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syariat."

di perkuat dengan perkataan Beliau dalam riwayat lain,

"Aku berwasiat kepadamu dengan Takwa kepada Allah,konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya.Tinggalkan bid'ah (dalam agama) dan hawa nafsu . Bertaqwalah kepada Allah sejauh yang engkau mampu. Al-Amru bil Ittiba’, As-Suyuthi, hal. 152-154)."

Menanggapi dua riwayat yang bertentangan itu yang mana Imam syafi'i membagi bid'ah menjadi 2 dan pernyataan beliau yang lain untuk meninggalkan bid'ah dalam agama,maka kita bisa merukunkan 2 pendapat Beliau ini.

Bahwa Bid'ah yang terpuji sebagaimana yang dicontohkan imam syafi'i seperti menulis hadist dan shalat tarawih adalah bid'ah secara bahasa,bukan bid'ah secara syariat karena kedua amalan ini memiliki asal dalam syariat.

Sedang bid'ah yang tercela yaitu amaliyah yang tidak memiliki asal dalam syariat,semisal yang terjadi di Indonesia yaitu memperingati 7,10,100 hari kematian seseorang,dan Rebo Wekasan.Ini tidak memiliki asal dalam syariat,dan inilah bid'ah yang tercela.


Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab.