Jumat, 06 Maret 2015

Dalil Bid'ah Hasanah :Surat Al-Hadid 27 "...Dan mereka mengada-ngadakan Rabbaniyah.."













وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ (الحديد: 27)

“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)

Menurut Ahlul-Bid'ah :

Ayat ini adalah dalil tentang adanya bid’ah hasanah. Dalam ayat ini Allah memuji ummat Nabi Isa terdahulu, mereka adalah orang-orang muslim dan orang-orang mukmin berkeyakinan akan kerasulan Nabi Isa dan bahwa berkeyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Allah memuji mereka karena mereka kaum yang santun dan penuh kasih sayang, juga karena mereka merintis rahbaniyyah. Praktek Rahbaniyyah adalah perbuatan menjauhi syahwat duniawi, hingga mereka meninggalkan nikah, karena ingin berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah.

Dalam ayat di atas Allah mengatakan “Ma Katabnaha ‘Alaihim”, artinya: “Kami (Allah) tidak mewajibkan Rahbaniyyah tersebut atas mereka, melainkan mereka sendiri yang membuat dan merintis Rahbaniyyah itu untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah”.

Dalam ayat itu Allah memuji mereka, karena mereka merintis perkara baru yang tidak ada nash-nya dalam Injil, juga tidak diwajibkan bahkan tidak sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Nabi ‘Isa al-Masih kepada mereka. Melainkan mereka yang ingin berupaya semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah, dan berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada-Nya dengan tidak menyibukkan diri dengan menikah, menafkahi isteri dan keluarga. Mereka membangun rumah-rumah kecil dan sederhana dari tanah atau semacamnya di tempat-tempat sepi dan jauh dari orang untuk beribadah sepenuhnya kepada Allah.

BANTAHAN

Ayat tersebut hanya potongan saja,lengkapnya seperti ini,

"Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan Rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.” (al-Hadiid: 27)

Ibnu Katsir menjelaskan firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 27 sebagai berikut :

Nabi terakhir dari kalangan Bani Israil, ‘Isa bin Maryam as., yang telah diberi kabar gembira atas kehadiran Rasul sesudahnya, Muhammad saw. oleh karena itu Allah berfirman: tsumma qaffainaa ‘alaa aatsaariHim birusulinaa wa qaffainaa bi-‘Iisabni maryama wa aatainaaHul injiila (“Kemudian Kami iringkan di belakang mereka Rasul-Rasul Kami dan Kami iringkan pula ‘Isa putera Maryam, dan Kami berikan kepadanya Injil.”) yaitu al-Kitab yang diturunkan Allah kepadanya. Wa ja’alnaa fii quluubil ladziinat taba’uuHu (“Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya”) yakni para Hawariyyun [para pengikut setia], ra’fataw wa rahmatan (“Rasa santun dan kasih sayang.”) terhadap sesama makhluk.

Dan firman Allah: wa raHbaaniyyatanib tadaa’uuHaa (“Dan mereka mengada-adakan rabbyaniyah”) yakni yang dibuat-buat oleh kaum Nasrani (rahbaniyyah ialah tidak beristri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara). Maa katabnaaHaa ‘alaihim (“Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka.”) maksudnya sedang Kami sama sekali tidak pernah mensyariatkan hal itu bagi mereka, tetapi mereka mengadakan hal seperti itu karena terdorong oleh diri mereka sendiri.

Sedangkan firman-Nya: illabtighaa-a ridlwaanillaaHi (“Tetapi [mereka] sendirilah yang mengada-adakannya] untuk mencari keridlaan Allah.”) mengenai hal ini terdapat dua pendapat: pertama, dengan melakukan itu mereka bertujuan mencari keridlaan Allah. Demikian yang dikatakan oleh Sa’id bin Jubair dan Qatadah. Kedua, menyatakan bahwa artinya: Kami tidak menetapkan hal tersebut bagi mereka, tetapi kami tetapkan hal tersebut bagi mereka dalam rangka mencari keridlaan Allah.

Fa maa ra’auHaa haqqa ri’aayatiHaa (“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.”) maksudnya mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ALLAH HINAKAN MEREKA DARI 2 SISI. Pertama, karena mereka telah BERBUAT BID'AH dalam menjalankan agama Allah, yaitu menjalankan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan Allah. Kedua, karena mereka tidak mengerjakan apa yang mereka buat-buat itu dan yang mereka akui sebagai sesuatu yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah." (Tafsir Ibnu Katsir jilid 8,oleh Dr Abdullah,pustaka Imam Syafi'i)

Merupakan suatu kesalahan yang fatal dengan menjadikan menjadikan firman Allah dalam surat Al-Hadid 27 tersebut sebagai dalil Bid'ah Hasanah.Sebagian orang keliru dalam menafsirkan surat tersebut yaitu dengan mengatakan bahwa bid'ah dalam syariat itu dibagi menjadi 2,bid'ah yang baik dan bid'ah yang buruk.Apabila bid'ah tersebut tidak bertentangan dengan syariat maka itu adalah bid'ah hasanah,tetapi apabila bertentangan dengan syariat maka itu adalah bid'ah yang Dhalalah.Padahal semua bid'ah dalam urusan syariat itu jelek walau manusia menganggap ada kebaikan di dalamnya.

Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkata


,كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)

Dan inilah yang ditegaskan ibnu katsir dalam tafsirnya bahwa pelaku bid'ah dihinakan Allah dari 2 sisi,pertama Atas amaliyah yang mereka ada-adakan dan kedua mereka tidak menjaga apa yang sudah mereka ada-adakan.

Bagaimana jika amaliyah yang di ada-adakan dijaga dengan baik?Maka sama saja,mereka ahli-bid'ah akan dihinakan oleh Allah dari sisi yang satunya yaitu atas amaliyah yang mereka ada-adakan itu sendiri.

Berdasarkan tafsir ibnu Katsir,firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat 27 bukanlah berisi pujian kepada para pembuat bid'ah".Merupakan sebuah kedustaan yang mengatasnamakan Allah apabila mengatakan bahwa Allah azza wa jalla memberi pujian kepada pembuat bid'ah.Justru sebaliknya seperti yang dikatakan Ibnu katsir bahwa ahli-bid'ah itu dihinakan oleh Allah Azza Wa Jalla.

Segala bentuk amaliyah,syariat,dan urusan peribadatan haruslah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.Karena yang berhak mengatur urusan syariat dalam agama islam hanyalah Allah.

Imam Malik (Grunya Imam Syafi’i) rahimahullah berkata :

"Barangsiapa yang mengada-ngadakan  dalam islam suatu ke bid'ah an dan menganggapnya baik,berarti dia telah menuduh Rasulullah berkhianat dalam menyampaikan risalah (dari Allah -penj). Karena Allah telah berfirman : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian.”Maka apa yang waktu itu  (Pada masa Rasulullah dan Sahabat) bukan bagian dari agama,maka pada hari ini pun bukan bagian dari agama.” (Lihat Al I’tisham oleh Imam Syathibi halaman 37)"

Barakallah fiikum

Wallahu a'lam bish shawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar